Semangat kebangsaan sangat mendalam di kalangan tentara Peta yang dibentuk oleh Jepang. Hal ini bukan saja disebabkan karena pembentukannya memang untuk membela tanah air dari kemungkinan serbuan Sekutu, tetapi juga karena tentara Peta ini dipimpin oleh perwira bangsa Indonesia sendiri.
Pasukan-pasukan Peta menyadari kesengsaraan rakyat Indonesia dibawah kekuasaan tentara Jepang yang sedang berperang melawan Sekutu. 

Makanan rakyat dirampas untuk keperluan perang,sedangkan rakyat dipaksa untuk bekerja keras bagi kepentingan Jepang,baik di dalam negeri sendiri maupun dikirim ke luar negeri,seperti ke Birma. Selain itu, dalam kehidupan militer, anggota pasukan Peta merasa diperlakukan secara tidak adil. 

Para perwira Peta misalnya diharuskan menghormat bahkan hormat kepada prajurit Jepang yang berpangkat paling rendah. Seluruhnya itu merupakan bibit dendam kepada tentara Jepang. Bibit dendam ini akhirnya meletus menjadi pemberontakan tentara Peta di Blitar di bawah pimpina Shodanco Supriyadi.

Bersama dengan pasukan-pasukan Peta lainnya di Blitar, pasukan Supriyadi meninggalkan tangsinya dan bergerak untuk menyerang pasukan-pasukan Jepang yang berada disekitar Blitar. Namun, pemberontakan ini berhasil ditumpas tentara Jepang karena tidak adanya kesatuan diantara pasukan-pasukan Peta sendiri. Pasukan-pasukan Peta lainnya tidak mengetahui adanya rencana pemberontakan itu sehingga tidak siap memberikan bantuan. 

Seluruh anggota Peta yang terlibat dalam pemberrontakan ini kemudian dihadapkan ke muka pengadilan militer Jepang dan dijatuhi hukuman,mulai dari hukuman penjara hingga hukuman mati.

Pemberontakan ini sendiri bermaksud untuk menyatakan rasa tidak puas kepada Jepang, yang sebelum itu menyatakan dirinya sebagai Saudara Tua bangsa Indonesia!