Jenderal Hideki Tojo, dijuluki “Pisau Cukur” (The Razor) adalah perdana menteri Jepang selama sebagian besar Perang Dunia II, seorang arsitek agresi militer, dan kekuatan dibalik kebijakan mengerikan atas pengagungan diri dan kekejaman. Hideki Tojo adalah putra seorang jenderal, masuk ke dunia militer sejak usia muda, menduduki posisi petugas infanteri, atase militer dan instruktur di sekolah staf militer. 

Pada tahun 1933, ia berpangkat Mayjen. Sebelumnya, Hideki Tojo telah menjadi anggota kelompok militer keras kanan yang mengembangkan nasionalisme ultra fanatik. Namun, saat usaha kudeta oleh Nasionalis Ultra pada tanggal 26 Februari 1936, Hideki Tojo tetap setia pada Kaisar Hirohito dan membantu menekan gerakan itu.


http://jejaktamboen.blogspot.com/2014/12/biografi-riwayat-kiprah-jenderal-hideki-tojo-dalam-perang-asia-timur-raya.htmlPerang Asia Timur Raya penting dan benar, [ Hideki Tojo, setelah permohonan bunuh diri yang gagal pada bulan September 1945]

Kesetiaan Hideki Tojo diberi penghargaan pada tahun 1937 ketika ia diangkat menjadi kepala staf pasukan Kwangtung di Machuria. Di posisi ini, ia memainkan peran penting dalam  memainkan perang China-Jepang  Kedua yaitu sebuah konflik delapan tahun yang menewaskan jutaan orang ketika militer Jepang mengabaikan kemanusiaan dan hukum perang dalam mengejar penaklukan China.

Rakyat sipil , laki-laki, perempuan dan anak-anak diserang dengan sengaja, berujung pada kekerasan yang disebut “Pemerkosaan Nanking”. Saat itu, di antara bulan Desember 1937 dan maret 1938, pasukan Jepang membantai sekitar 250.000 sampai 350.000 penduduk China.

Ketika perang di China berkembang, pasukan Jepang memperkuat kendalinya terhadap pemerintahan sipil, dan Hideki Tojo menjadi semakin terlibat dalam politik. Pada bulan Mei 1938, ia ditunjuk menjadi menteri deputi perang dalam pemerintahan Pangeran Fumimaro Konoe. Dalam jabatan itu, Hideki Tojo adalah salah satu pendukung pakta dengan Nazi Jerman dan Fasis Italia, dan juga mendorong serangan pencegahan terhadap Uni Soviet.

Pada bulan Juli 1940, Hideki Tojo menjadi menteri perang dan terus memerintah masuknya  Jepang secara resmi ke aliansi poros dengan Jerman dan Italia. Pada bulan Juli 1941, Tojo telah meyakinkan Prancis Vichy untuk mendukung pendudukan Jepang di beberapa basis kunci di Indo-China [ sebuah gerakan yang membuka jalan bagi sanksi Amerika Serikat terhadap Jepang dan meningkatkan ketegangan di antara kedua Negara ini. 

Ketika Fuminaro Konoe akhirnya dipaksa mundur pada bulan Oktober 1941, Tojo, sambil memegang jabatannya di atas kertas sebagai menteri perang , melangkah maju menjadi perdana menteri. Ia segera mendeklarasikan komitmennya pada pembentukan “Orde Baru di Asia”. 

Awalnya ia mendukung  usaha diplomatnya untuk membawa hal ini dalam persetujuan dengan Amerika Serikat. Namun, ketika semua menjadi jelas bahwa tidak mungkin terjadi perjanjian denga Amerika Serikat dengan syarat-syarat yang diinginkan, ia mengijinkan serangan terhadap markas angkatan laut Amerika di Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941. Penyerangan ini memicu perang di kawasan Pasifik.

Sekilas Tokoh:
Pangeran Fumimaro Konoe adalah seorang politisi Jepang dalam pemerintahan Kekaisaran Jepang yang menjabat Perdana Menteri Jepang ke-34, ke-38, dan ke-39. Lahir: 12 Oktober 1891, Tokyo City. Meninggal: 16 Desember 1945, Tokyo, Jepang. Pendidikan: Universitas Kyoto. Anak: Kumiko Konoe, Duchess of Kujo. Saudara kandung: Hidemaro Konoye


Jepang yang berjaya menguasai Singapura, Malaysia, sebagian besar China, Filipina, Indonesia dan sebagian besar pulau Pasifik, bergerak maju ke India melalui Burma. Namun, Angkatan laut AS menghancurkan kapal Jepang pada pertempuran Midway di bulan Juli 1942, kemudian secara bertahap kembali merebut Pasifik dibawah Jenderal Mac Arthur. Tojo berkuasa hampir seperti diktator. Tapi, sebagai efek dari direbutnya Kepulauan Mariana oleh Amerika pada Juli 1944, Hideki Tojo, mengundirkan diri.

Peran Hideki Tojo memegang tanggung jawab atas tindakan Jepang dalam perang yang hampir sama barbarnya dengan Nazi di Eropa. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Kaisar Hirohito bukanlah Pion militer tapi turut mendukung dan mengarahkan. Hirohito harus memegang sebagian tanggung jawab yang dibebankan kepada Tojo atas kejahatan perang Jepang.

Beberapa contoh kejahatan Jepang selama perang.

Pembantaian Sook Ching pada bulan Februari – Maret  1942, ketika sekitar 50.000 orang China dieksekusi pasukan Jepang di Singapura. Pada saat bersamaan, pasukan Jepang menjalankan kebijakan “TIGA SEMUA”di China. Mereka (pasukan tentara Jepang) diperintahkan untuk “Bunuh semua,  Bakar Semua, dan Jarah Semua”. Perintah tersebut memiliki tujuan yaitu untuk merebut wilayah China. 

Kebijakan “Tiga Semua” ini berujung pada pembantaian terhadap 2,7 juta rakyat sipil. Bahkan, setelah Hideki Tojo mundur, perintah barbar yang turut dibuatnya, yang menganggap nyawa manusia tak bernilai, tetap bertahan. Perintah itu menghasilkan kekerasan di daerah lain seperti pembantaian Manila pada bulan Februari 1945, saat 100.000 rakyat Filipina dihabisi.

Selain pembantian, Jepang melakukan percobaan medis mengejutkan terhadap tawanan dan rakyat sipil. Senjata biologis dan kimia diujicobakan kepada korban terpilih, yang lain dioperasi tanpa penghilang rasa sakit, atau diekspos ke unsur-unsur kimia untuk melihat reaksi tubuh para “kelinci percobaan”.  Konvensi internasional tentang perlakuan tawanan perang diabaikan, dan tawanan  perang dipaksa untuk bekerja dalam kondisi menyedihkan, kekurangan makanan dan obat, disiksa tanpa batas, dan dihukum mati.

Akhir sepak terjang Hideki Tojo dan Jepang dalam perang Pasifik

Berakhirnya dominasi kekuatan Hideki Tojo dan Jepang, ditandai dengan dilumpuhkannya dua kota penting mereka ( Hirosima dan Nagasaki) dengan bom atom oleh Amerika Serikat. Penjatuhan bom atom melalui serangan udara menggunakan pesawat B-29. Setelah dijatuhkannya bom nuklir tersebut, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Sampai saat ini, karakter dan skala dari apa yang terjadi dalam pemerintahan Hideki Tojo tetap sulit dipahami. Dalam penyerahan tanpa syarat Jepang pada bulan Agustus 1945, Tojo berusaha bunuh diri. Namun, pada bulan April 1946, ia dikirim ke pengadilan untuk kasus Kejahatan Perang. Ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman gantung pada tanggal 23 Desember 1948.

Referensi: